Tradisi Saling Menghargai Di Kalangan Para Kyai
Tradisi Saling Menghargai Di Kalangan Para Kyai
Tradisi Saling Menghargai Di Kalangan Para Kyai - Hai Para Rebahanners Santri Kuliah, Di Artikel kali ini Mimin Mau Share Tradisi Saling Menghargai Di Kalangan Para Kyai, Untuk Pembaca Boleh Di share artikel ini
Tradisi Saling Menghargai Di Kalangan Para Kyai
Sekalipun ilmu fiqh selalu dikedepankan di dunia pesantren, tetapi tampak sekali bahwa kehidupan kyai pada umumnya lebih dipengaruhi oleh nilai-nilai tasawwuf dan atau akhlaq.
Pengaruh itu kelihatan sekali pada pendidikan pesantren atau konsep-konsep yang digunakan dalam berinteraksi antara keluarga kyai dan juga dengan para santrinya.
Dalam kehidupan sehari-hari, pengaruh tasawwuf atau akhlak di pesantren tampak dari cara bertutur kata, berperilaku, dalam menyelesaikan berbagai masalah, dan juga dari kepemimpinan pesantren.
Di lingkungan pesantren, semua orang, sekalipun berstatus santri, mereka begitu dihargai. TIdak pernah terdengar, seorang kyai berkata yang bukan semestinya, dan apalagi memarahi santrinya hingga berlebihan.
Kyai di pedesaan Jawa, biasanya memanggil santri dengan sebutan ' kang'. Sebutan itu diberikan sebagai cara atau bentuk penghormatan.
Para santri, oleh kyai dipandang sebagai orang yang sedang mencari ilmu. Sedemikian tinggi, pada umumnya kyai menghormati ilmu, sehingga orang yang sedang mengembara untuk mendapatkan ilmu juga harus dihargai.
Nuansa ketinggian akhlaq atau tasawwuf, sebagaimana dikemukakan di muka, semakin jelas tampak dari konsep-konsep yang dijadikan pegangan dalam berinteraksi di lingkungan pesantren.
Konsep itu misalnya tawadhu', berkah, ridho, tha'at, ikhlas, dan sejenisnya. Ukuran-ukuran keberhasilan dalam pendidikan di pesantren selalu didasarkan pada konsep-konsep itu.
Seorang santri disebut berkualitas dan atau berhasil dalam menjalani pendidikan, ukurannya bukan sebagaimana yang berlaku di sekolah umum, misalnya memiliki raport atau indek prestasi unggul, melainkan atas dasar ukuran tersendiri.
Misalnya, seseorang disebut berprestasi dan atau pendidikannya berhasil jika yang bersangkutan mampu menampakkan ketawadhu'annya, kesopanannya, dan ketha'atannya.
Demikian pula, orientasi belajar di pesantren, bukan sebatas untuk mendapatkan ilmu, melainkan yang justru lebih dipentingkan adalah memperoleh ridha dan berkah dari sang guru atau kyainya.
Sedangkan untuk mendapatkan berkah dan ridha, maka seorang santri di hadapan siapa saja harus tawadhu', tha'at, dan juga khurmah, lebih-lebih kepada para guru dan teristimewa kepada kyai pengasuh pesantrennya.
Di lingkungan pesantren, hubungan-hubungan pribadi itu selalu didasarkan pada tata krama atau akhlaq. Hal yang tampak khas atau unik lainnya, bahwa antar para kyai biasanya tidak ada yang saling menonjolkan diri, menunjukkan kelebihan, dan apalagi berusaha saling mendahului. Antar kyai biasanya saling merendah dan mengutamakan yang lain.
Saling menghormati antar kyai itu tampak dengan jelas ketika mereka memilih pemimpin, atau menunjuk orang yang dituakan, hingga misalnya memimpin doa.
Sekedar siapa yang harus memimpin doa, maka di antara kyai akan saling menunjuk yang lain. Sudah barang tentu, kyai yang diminta untuk memimpin doa, juga akan beganti mempersilahkan yang lain. Tradisi mereka, bahwa antar kyai tidak saling berebut, tetapi justru mempersilahkan orang lain sebagai bentuk penghormatan.
Namun kadangkala, saling mendorong atau mengutamakan kyai lain itu juga tidak selalu menguntungkan. Sebagai contoh, ketika para kyai, dengan maksud saling menghormati itu, mempersilahkan yang lain hingga memakan waktu lama, maka kesempatan itu diambil oleh orang yang tidak dikenal. Sementara orang yang dimaksud tidak dikenal itu adalah orang stress yang sedang berada di tempat itu. Para kyai, akhirnya terpaksa mengikuti atau menjadi makmum orang stres dimaksud.
Tradisi para kyai, yaitu saling menghormati yang lain, manakala diterapkan dalam pemilihan organisasi para kyai, maka akan melahirkan suasana yang amat indah sekali.
Kepemimpinan organisasi di kalangan para ulama' atau kyai menjadi tidak akan diperebutkan, tetapi akan dipilih secara bersama-sama secara obyektif, sehingga menghasilkan sosok yang tepat.
Dampaknya Selain itu, saling mendorong dan atau mempromosikan sesama kyai untuk duduk memimpin organisasi, juga tidak boleh memakan waktu terlalu lama.
Sebab, jika hal itu terjadi, maka juga dikhawatirkan akan muncul orang yang tidak berkompeten,
-sebagaimana kasus di muka, ada orang tanpa bekal cukup memberanikan diri tampil memimpin organisasi para kyai. Wallahu a'lam.
Oleh. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo
/